KILASJATENG.ID- Sepanjang tahun 2023 ini Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menerima sebanyak 299 aduan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP).
“Dari 299 aduan, sebanyak 118 perkara diantaranya sudah diproses dan diputus.,” ujar Anggota DKPP, Ratna Dewi Pettalolo.
Adapun dari aduan yang masuk, Dewi mengatakan mayoritas didominasi aduan terkait dengan seleksi penyelenggara Pemilu ad hoc, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di tingkat kota/kabupaten.
DKPP mencatat dari Januari hingga Desember 2023, pengaduan KPU kota/kabupaten sebanyak 173 aduan dan menduduki peringkat pertama, sedangkan di posisi kedua ada Bawaslu Kabupaten/Kota (83 aduan). Disusul Bawaslu RI sebanyak 37 aduan, Panwascam 32 aduan, PPK/PPD 31 aduan dan KPU RI sebanyak 22 aduan.
“Jika melihat dari sebaran wilayah/provinsi, Sumatera Utara menjadi provinsi terbanyak aduannya dengan 49 aduan. Selanjutnya adalah provinsi Jawa Barat dengan 29, disusul Aceh 22 aduan, Jawa Timur 17 aduan, serta Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan masing-masing 16,” paparnya.
Melihat sebaran aduan yang masuk DKPP tahun ini Dewi mengatakan ada pergeseran wilayah yang dilaporkan melakukan dugaan pelanggaran pemilu. Pasalnya di tahun-tahun sebelumnya aduan yang terbanyak berasal dari Provinsi Papua.
“Tahun ini ada pergeseran karena tahun-tahun sebelumnya Provinsi Papua selalu menjadi daerah yang paling banyak aduannya. Untuk tahun 2023 hanya ada 11 aduan dari Provinsi Papua,” ungkap Dewi.
Ia menambahkan, dari 299 aduan yang diterima DKPP sepanjang 2023 hanya 133 lulus verifikasi dan teregistrasi sebagai perkara. Namun, per 4 Desember 2023 baru 118 perkara yang telah dibacakan putusannya oleh DKPP.
“Dari 299 aduan, 269 aduan disampaikan oleh masyarakat. Artinya partisipasi masyarakat penegakan Kode Etik Penyelenggara Pemilu sangat tinggi. DKPP ternyata sudah menjadi tempat yang dipilih masyarakat untuk mencari keadilan,” terang Dewi.
Seluruh perkara yang telah dibacakan putusannya tersebut melibatkan 455 Teradu dengan jenis sanksi Peringatan sebanyak 117 putusan, Pemberhentian Sementara sebanyak empat putusan, Pemberhentian Tetap 10 putusan, Pemberhentian dari Jabatan Ketua 7 putusan , dan Ketetapan enam putusan. Sedangkan 251 Teradu dipulihkan nama baiknya (rehabilitasi) karena tidak terbukti melanggar KEPP.
“455 teradu yang sudah diputus ini jumlahnya lebih rendah dibandingkan yang telah diputus pada tahun 2014 dan 2019 yang menjadi tahun pelaksanaan Pemilu. Jumlah Teradu yang diputus pada 2014 sendiri mencapai 1.281 Teradu dan pada 2019 berjumlah 1.504.
“Angka ini harus tetap kita waspadai dan diantisipasi kemudian, jangan sampai terjadi peningkatan terjadi sangat cepat memasuki tahapan-tahapan pemilu selanjutnya,” ujarnya.
Sementara itu, untuk rincian pelanggaran yang diadukan sepanjang 2023 ini terdiri dari kelalaian pada proses Pemilu sebanyak 58 Teradu, tidak melaksanakan tugas/wewenang sebanyak 32 Teradu, pelanggaran hukum 28 Teradu, konflik kepentingan 26 Teradu, dan perlakuan tidak adil 23 Teradu.
Untuk kategori prinsip yang paling banyak dilanggar, ungkap Dewi, adalah profesional 161 aduan, berkepastian hukum 16 aduan, akuntabel 14 aduan, dan proporsional 12 aduan.
Sementara berdasar lembaga, 288 Teradu yang telah dibaca putusannya DKPP berasal dari KPU Kabupaten/Kota. Posisi selanjutnya adalah Bawaslu Kabupaten/Kota (114 Teradu), KPU RI (32 Teradu), Panwascam (23 Teradu), Bawaslu RI (18 Teradu), dan KPU Provinsi (17 Teradu).*