KILASJATENG.ID – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Ekonomi bersama Koalisi Masyarakat Sipil di Yogyakarta menolak perundingan Perjanjian Kemitraan Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (Indonesia-UE CEPA).
Diketahui perundingan antara Pemerintah Indonesia dan Komisi Uni Eropa ini sudah memasuki putaran ke-15 dan berlangsung di Yogyakarta pada 10-14 Juli 2023.
Terkait hal tersebut, secara tegas Koalisi Masyarakat Sipil mendesak agar kedua belah pihak yang terlibat untuk menghentikan perundingan Indonesia-UE CEPA.
Ketua Kesatuan Perjuangan Rakyat Yogyakarta, Restu Baskara menyebut alasan perundingan tersebut harus dihentikan karena bentuknya yang mengancam perlindungan hak asasi manusia, keadilan sosial, dan lingkungan hidup yang berkelanjutan, khususnya bagi masyarakat Indonesia.
“Perjanjian yang diusulkan dapat menyebabkan perubahan peraturan dalam negeri untuk semata-mata melindungi investor yang mengakibatkan pembangunan sosial-ekonomi yang tidak merata di dalam dan antar negara, dan karenanya bukan merupakan jalan atau langkah menuju pembangunan berkelanjutan,” kata Restu, Senin, 10 Juli 2023.
Peneliti Senior Indonesia for Global Justice (IGJ), Lutfiyah Hanim memaparkan beberapa alasan utama mengapa CEPA Indonesia-UE itu harus dihentikan. Poin pertama adalah tidak ada jaminan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) akan dilindungi.
Menurutnya, CEPA Indonesia-UE rentan mengabaikan hak demokrasi, serta memprioritaskan hak perusahaan di atas hak rakyat.
Selain itu, dalam bab perdagangan digital perusahaan teknologi besar dimungkinkan untuk memonopoli data dan mensyaratkan penghapusan semua hambatan pergerakan data lintas batas negara melalui ketentuan aliran bebas data lintas batas dan minimnya transparansi kode sumber bagi pengguna aplikasi digital.
Terkait bagian ini, katanya,perlindungan monopoli data dalam CEPA Indonesia-UE kepada aktor-aktor teknologi besar UE hanya akan mengakibatkan penjajahan data di Indonesia.
Kerugian lainnya adalah, CEPA Indonesia-UE akan mencakup ketentuan TRIPS (Aspek-Aspek Dagang yang Terkait dengan Hak atas Kekayaan Intelektual) Plus seperti larangan impor paralel, perpanjangan masa perlindungan paten, serta eksklusivitas data dan pasar bahkan untuk penggunaan baru bagi obat-obatan lama atau obat yang sama untuk anak.
Menyoal ini, CEPA Indonesia-UE akan membatasi akses masyarakat Indonesia terhadap obat-obatan dan teknologi kesehatan yang terjangkau.
“Selain itu Indonesia dihambat dalam beberapa hal, termasuk ekspor-ekspor. Dalam Bab Investasi, UE mengusulkan untuk membentuk mekanisme penyelesaian sengketa investasi yang dikenal sebagai Sistem Pengadilan Investasi (ICS). Mekanisme ini hanya akan memberikan hak kepada investor untuk menggugat negara ketika kebijakan nasional dianggap merugikan kepentingan investor,” ujar dia.
Sementara itu Direktur Eksekutif IGJ, Rahmat Maulana Sidik juga menyampaikan CEPA Indonesia-UE juga akan mengatur semua aspek kehidupan sosial, termasuk perempuan, pekerja, petani, nelayan, dan masyarakat adat.
Sebab, liberalisasi sektor publik dan vital CEPA Indonesia-UE akan mempengaruhi akses masyarakat terhadap layanan publik yang terjangkau.
Menurut Rahmat, komitmen untuk melindungi hak atas kelestarian lingkungan tidak tercermin dalam CEPA Indonesia-UE.
Hal ini disebabkan pengaturan liberalisasi perdagangan dan investasi untuk memastikan akses dan rantai pasok bahan mentah kritis di bawah CEPA Indonesia-UE hanya akan mendorong perluasan ekonomi ekstraktif, khususnya di Indonesia, dan memperburuk krisis iklim global.
“Selama ini Pemerintah Indonesia hanya melakukan analisis biaya-manfaat ekonomi dari perspektif bisnis,” tandasnya.*