Cerita dari Perempuan’ Buku Antologi Cerpen ‘ Lengkapi Khazanah Sastra Indonesia

oleh -6 Dilihat

KILASJATENG.ID- Karya sastra realis membikin pembaca gampang mencerna. Menikmati cerita tanpa berkeruh dahi. Buku antologi cerpen ‘Cerita dari Perempuan’ amsalnya. Dari 22 cerita yang ditulis perempuan penulis, mayoritas bergenre realisme murni. Demikian diungkap Latief Noor Rochmans di peluncuran buku antologi cerpen ‘Cerita dari Perempuan’ di acara Sastra Bulan Purnama di Museum Sandi Kotabatu Yogyakarta, Sabtu (20/12/2025).

“Buku ini mosaik potret empiris perempuan. Mengambil realisme murni sebagai gaya. Dengan bahasa plastis. Mayoritas masih bergaya masa lalu. Cerpen realis murni. Tidak salah. Itu sebuah pilihan. Hal umum untuk menggambarkan berbagai aspek kehidupan. Dengan bahasa plastis, pembaca diharap bisa mencerna tanpa kerut dahi, tanpa banyak berpikir,” papar Latief.

Latief yang dikenal sebagai sastrawan dan redaktur Kedaulatan Rakyat dipercaya membahas buku terbitan Tonggak Pustaka tersebut. Acara yang dihadiri sastrawan, Komunitas Kain dan Kebaya, dan penikmat seni, dipandu Bayu Saptomo.

Buku yang desain sampul digarap Vinsensius Dwimawan, lukisan sampul oleh Meuz Prast, memuat karya 22 penulis cerpen. Yaitu Ami Simatupang, Ana Ratri Wahyuni, Christina Sri Purwanti, Eni Lestari, Ika Zardy Saliha, Labibah Zain, Lies Wijayanti SW, Margareth Widhy Pratiwi, Maria Widy Aryani, Nani Sufiani Suhanda, Ngatinah, Nia Samsihono, Ninuk Retno Raras, Novi Indrastuti, Nunung Rieta, Savitiri Damayanti, Sonia Prabowo, Sri Wahyu Wardani, Sriyanti S Sastroprayitno, Umi Kulsum, Ummi Azzura Wijana, Yuliani Kumudaswari.

Dalam paparannya, Latief menyebut banyak kisah perempuan yang termuat di antologi ini. Dari kesepian, perceraian, trauma, hingga perjuangan seorang ibu. Ada beberapa telah mengambil sisi lebih luas dari realisme. Dengan metafora indah. Diksi lincah. Dan kemampuan linguistik yang luar biasa.

Latief menyebut cerpen Sepotong Waktu untuk Perempuan: Sinta karya Nia Samsihono sebagai cerpen terbaik di antologi ini. Berkisah tentang perempuan kesepian yang ditinggal mati suami dan dua anaknya. Kemampuan Nia berdiksi ria membuat kisah yang dipaparkan sangat menarik. Pun cerdas.

Baca Juga  BNN Bongkar TPPU Jaringan Narkoba Kampung Bahari, Aset Senilai Rp40 Miliar Disita

Karya Novi Indrastuti berjudul Rumah Seribu Cermin juga kuat. “Ada kalimat-kalimat Novi yang puitis dan bisa menjadi quotes. Contohnya: kuat itu bukan berarti tidak menangis. Lalu: tentang cermin-cermin yang menolak dipakai satu orang, tentang anak kecil yang menggambar jendela di cermin, dan jendela itu menjadi pintu kecil menuju halaman. Tentang perempuan yang menemukan kunci transparan di saku bajunya sendiri. Itu kekuatan diksi Novi,” beber Latief.

Cerpen Kasih, Perempuan yang merayu Tuhan karya Nunung Rieta, kata Latief, juga membuai. Puitis. Menghanyutkan pembaca dalam renungan masing-masing. Siapa Lelaki Itu tulisan Ana Ratri, terang Latief, sangat ironis. Berkisah perempuan yang punya anak karena dihamili famili. Tak mau mengaku saaat didesak bapaknya. Bertahun kemudian, anak hasil hubungan gelap yang berkebutuhan khusus, hamil di luar nikah. Diinterogasi, tak mau mengaku siapa yang menghamili. Membuat ibunya gantian histeris. Sebuah karma telah terjadi.

Perempuan Kamoro di atas Kole-kole karya Maria Widy Aryani, di mata Latief juga memikat. Konflik keluarga: bapak dan istri, membuat anak jadi korban. Harus lepas sekolah karena ikut ibunya yang akan pindah kampung. Menyedihkan. Namun tak bisa berbuat apa-apa.

[irp posts=”9784″ ]

Potret ibu yang selalu berusaha kuat dalam mewujudkan sekolah/kuliah anak, selalu mengharukan. Banyak hadangan yang bisa mengalirkan air mata para penyaksinya. Di Pasar Berbisik, Ummi Azzura Wijana mengurai taktis bin menyentuh. Karya Yuliani Kumudaswari berjudul Kilas Cahaya berkilas tentang ibu dan anak dalam dunia dunia. Latief menyebut sebagai cerpen jadi.

“Membaca cerpen ini, akan terdeteksi bahwa penulisnya sudah sangat berpengalaman. Bukan penulis pemula. Piawai memainkan alur. Pandai mengajak pembaca berimajinasi. Tata bahasa yang dikuasai dengan baik, bukti Yuliani penulis berkarakter dan berkampuan,” ucap Latief.

Latief mencatat, tindakan orangtua bisa berefek negatif pada anak perempuan. “Ninuk Retno Raras lewat Mutiara Ibu menceritakan ulah bapak yang punya istri lagi, yang kemudian membikin anak gadisnya trauma. Tak mau menikah. Juga tak mau meninggalkan Ibunya sendirian. Penuh tragik. Semoga kisah ini bisa menjadi cermin para orangtua,” ulas Latief.

Baca Juga  SIG Selenggarakan RUPSLB Terkait Perubahan Anggaran Dasar dan RKAP 2026

Perempuan Bertusuk Konde Burung Hong karya Savitri Damayanti, menurut Latief sangat menarik. Berkisah tentang hidup nenek yang penuh hadangan dan tantangan.

“Savitri punya napas panjang menulis. Cermat. Detail. Sehingga memaksa pembaca masuk dalam ruang imajinasi yang penuh kejutan. Cerpen ini bisa dipanjangkan menjadi novel. Mengacu kemampuan penulisnya, tidak akan kesulitan mewujudkan,” tandas Latief yang juga terkesan cerpen Ibuku Gaia karya Sonia Prabowo.

Amatan Latief, Sonia yang dikenal sebagai fotografer surealis, punya ketajaman batin dalam mengolah sebuah problem.

“Sonia juga lincah berdiksi. Dan yang paling saya suka, kalimatnya puitis namun bermakna. Jadi kalimat filosofis. Contohnya: Bunga indah yang bermekaran akan kering dan gugur. Bulan purnama akan menjadi sabit dan hilang. Musim semi akan berubah menjadi gersang. Semua ada waktunya. Itu kalimat cerdas dari penulis berkelas. Saya suka,” beber Latief.

Di luar kelebihan buku antologi cerpen yang dieditori Ons Untoro dan Indro Suprobo ini, Latief mengingatkan para penulis melakukan evaluasi terhadap karyanya. Utamanya EYD.

Peluncuran kumpulan cerpen ini merayakan Hari Ibu. Digagas awal Nunung Rieta. Aktivis teater dan pemain film itu merasa perlu menulis cerpen dengan tema perempuan.

Koordinator Sastra Bulan Purnama Ons Untoro menyampaikan, para perempuan penulis ini sudah saling kenal. Meski tidak setiap saat berinteraksi langsung, karena masing-masing tinggal di kota berbeda. Melalui group WhatsApp mereka saling berkomunikasi.

“Mereka sehari-harinya ada guru SMP, penilik sekolah, dosen, fotografer, pensiunan, Ibu rumah tangga,” ujar Ons.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News