KILASJATENG.ID– Hari kedua event Gamelan Ethnic Music Festival (GEMFest) 2025 lagi-lagi berhasil memukau penonton yang memadati halaman Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Sabtu 23 Agustus 2025.
Sejak sore hari, pengunjung disambut dengan penampilan khas dari Angin Ribut asal Madura yang menghadirkan nuansa musik yang penuh energi dan warna tradisi daerah.
Memasuki acara malam, usai rangkaian pembukaan penonton langsung dipukau dengan pertunjukan Lighting Show dan Mapping Animasi yang melukis Balai Kota dengan pancaran visual diiringi dengan tarian karya Adicipta Paundrakarna Productions yang menghadirkan keindahan gerak, filosofi, dan kekayaan budaya nusantara, menggabungkan kekuatan klasik dengan sentuhan kontemporer sehingga menciptakan penampilan yang megah dan anggun.
Selepas itu berbagai penampil lintas daerah mengisi pertunjukan GEMFest. Diantaranya Saron Groove (DIY) yang kembali menghadirkan warna khas nya di panggung, sukses menghipnotis penonton dengan sajian groove modern dengan nuansa etnik gamelan yang khas.
Dilanjutkan dengan penampilan dari Omah Cangkem (DIY) dengan penampilannya yang berani mengeksplorasi ruang bunyi melalui vokal, gamelan, dan elemen teatrikal. Salah satu performer Omah Cangkem merasa bangga dan senang bisa tampil di GEMFEST 2025,
Berikutnya ada penampilan dari Artaixad Gamelan Syndicate yang menyuguhkan aransemen gamelan yang dinamis dan ritme yang mengalir kuat, berhasil memberikan pengalaman musikal yang berbeda kepada penonton yang hadir.
Malam terakhir Gamelan Ethnic Music Festival 2025 ditutup dengan penampilan istimewa dari Waktu Indonesia Berdendang yang berkolaborasi bersama Lala Atila dan Sujiwo Tejo. Pertunjukan ini menjadi salah satu momen paling berkesan, menghadirkan paduan musik, suara, dan narasi yang membangkitkan rasa haru sekaligus kebanggaan budaya.
Puncak penutupan ditandai dengan pemutaran teaser GEMFEST, sebuah isyarat bahwa festival ini akan terus berlanjut dan berkembang. Malam terakhir pun ditutup dengan pesta kembang api yang membelah langit Surakarta, menorehkan simbol perayaan sekaligus harapan bahwa gema gamelan tak akan pernah padam, melainkan terus hidup untuk generasi mendatang.*