KILASJATENG.ID– Banyaknya produsen mobil mengeluarkan produk terbaru membuat masyarakat tergiur memilikinya. Banyak cara digunakan untuk mendapatkan mobil impian, baik membeli secara tunai ataupun kredit. Yang terakhir banyak dipilih karena dianggap mudah dilakukan. Namun, ada beberapa hal terkadang tidak diperhatikan para debitor sehingga kerap terjadi masalah sebelum akad kredit lunas dilakukan.
“Masyarakat banyak memilih di perusahaan pembiayaan untuk mendapatkan mobil atau motor impiannya. Padahal harus dipahami sebelum terjadi transaksi pembiayaan harus melibatkan konsumen, suplier (dealer) dan perusahaan pembiayaan. Debitor akan melakukan perjanjian pembiayaan dan perusahaan pembiayaan akan melakukan pelunasan kepada supliers itu,” kata Legal Business Head Astra Credit Companies (ACC) Ikhsan Abdillah saat media gathering, Senin (29/1).
BACA JUGA:Astra Credit Companies dan Berijalan Adakan Workshop Digital Marketing untuk UMKM
Menuut Ikhsan Abdillah saat melakukan perjanjian kredit harus mengacu pada KUH Perdata yang mengatur pada nilai pokok utang, bunga dan tenor, jatuh tempo utang, denda dan penalti sampai pada prosedur penanganan problem piutang. Sedangkan perjanjian mengacu pada UU Jaminan yang mengatur bentuk jaminan, nilai jaminan, peruntukan jaminan dan perikatan penjaminan. Lalu larangan pengalihan dan kewajiban penyerahan jaminan saat eksekusi. Namun, demi mendatkan kendaraan lebih cepat debitor tidak memperhatikan hal lain sebelum melakukan perjanjian pembiayaan.
“Hal itu adalah pilih produk pembiayaan sesuai kemampuan, lengkapi persyaratan kredit dengan sah dan benar hingga pahami hak dan kewajiban dalam perjanjian. Hal lain adalah pahami konsekuensi penyerahan jaminan kredit dan penuhi kewajiban angsuran dengan baik. Namun, dalam perjalannya timbul masalah yang sering terjadi adalah lalai bayar angsuran yang termasuk dalam cidera janji,” ungkap Ikhsan.
Bahkan, kata Ikhsan debitor nekat menyembunyikan atau bahkan menjual sepeda motor atau mobilnya ke orang lain, ketika proses pembayaran angsuran belum selesai atau lunas. “Kami sarankan, yang seperti ini jangan dilakukan. Pasti akan terserat kasus pidana. Kalau ada masalah dengan pembayaran angsuran atau problem apapun, lebih baik konsultasikan dengan perusahaan pembiayaannya. Minta solusi terbaik,” kata Iksan.
Diakui, sampai saat ini masih banyak nasabah/masyarakat yang belum memahami secara benar perjanjian terkait pembiayaan atau kredit. Bahkan, ada yang menyalahartikan aturan terbaru dari Mahkamah Konstitusi, bahwa dengana aturan ini perusahaan leasing tidak lagi bisa menarik sepeda motor atau mobil yang dibeli secara kredit dengan pembiayaan dari leasing.
BACA JUGA:Relawan J-Generation Siap Kawal dan Dukung Program Jokowi Hingga Akhir Masa Jabatan
“Padahal masih ada solusi yang ditawarkan seperti menghubungi petugas perusahaan pembiayaan dan jangan menghindar atau melawan dengan cara kekerasan kepada petugas dari perusahaan pembiayaan. Kami juga tidak serta merta menerjunkan debt collector yang saat ini disebut petugas eksekusi. Saat ini mereka harus memenuhi persyaratan sepereti ada surat tugas atau kuasa, membawa identitas dan bukti wanprestasi, sampai harus lolos sertifikasi,” tandasnya.
Sementara itu, Digital Business Division Head ACC David Thamrin mengatakan pascaCovid-19 secara nasional, ACC membukukan pembiayaan sebesar lebih dari Rp 36 triliun pada tahun 2023. Dari jumlah tersebut, hanya 0,54 persen yang masuk kategori kredit bermasalah. “Masih di bawah acuan besaran tentang kredit bermasalah yang ditetapkan untuk industri. Ini sebagian besar melibatkan nasabah yang sejak awal memang ada indikasi sudah punya niat untuk nakal,” katanya. (*)