Tak Mau Jadi Korban Tengkulak, Ini Kisah Kelompok Jawak Naikkan Nilai Ekonomi Ikan WKO 

oleh -276 Dilihat
Kelompok Jawak berhasil menyulap ikan hasil tangkapan nelayan WKO menjadi jajanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. (Foto: Putri Sejati)
Kelompok Jawak berhasil menyulap ikan hasil tangkapan nelayan WKO menjadi jajanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. (Foto: Putri Sejati)

KILASJATENG.ID- Memasuki Desa Sarimulyo, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali kita seakan dibawa ke gambaran masa kecil ketika bermain di rumah nenek. Bagaimana tidak, kontur jalan yang belum sepenuhnya beraspal dengan medan yang naik turun ditambah suasana kiri kanan jalan yang didominasi pepohonan dan bambu membuat ingatan kembali bernostalgia. 

Maklum saja, Desa Sarimulyo ini memang berada di ujung bukit menuju Waduk Kedungombo (WKO) lantaran letaknya berbatasan langsung dengan waduk yang luasannya berada di tiga wilayah, yakni Kabupaten Boyolali, Sragen dan Kabupaten Grobogan itu. Dan untuk menuju desa tersebut kita harus melewati kawasan hutan milik Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Telawa.

Karena berbatasan langsung dengan WKO, maka tak heran jika mayoritas mata pencaharian warga Desa Sarimulyo, khususnya Dusun Sumberahung sebagai nelayan waduk. Tidak hanya kaum adam, para ibu juga tak jarang ikut serta mencari ikan tawar dengan bermodalkan perahu dan jala. 

Namun sayangnya, upaya dan kerja keras para warga seringkali tak memiliki harga di depan para tengkulak ikan yang membayar sangat murah atas ikan hasil tangkapan mereka. Padahal, untuk mendapatkan ikan, khususnya di saat musim kemarau seperti saat ini bukan perkara yang mudah. 

Hal itupulalah yang kemudian membuat para istri nelayan di Desa Sarimulyo berpikir mencari jalan agar ikan hasil tangkapan para suami atau bahkan tangkapan mereka bisa memiliki nilai ekonomi lebih. 

“Dulu satu kilo ikan hasil tangkapan nelayan hanya dihargai Rp2.000 per kilogramnya. Padahal untuk mendapatkan 10 kilogram sehari saja kita kadang kesulitan. Makanya akhirnya kami berpikir bagaimana kalau ikan-ikan hasil tangkapan suami kita diolah saja agar bisa dijual lebih tinggi,” tutur Maryani selaku Bendahara Kelompok Jawak.

Akhirnya dengan diinisiasi 13 orang istri para nelayan di Desa Sarimulyo mereka akhirnya membentuk wadah bernama Kelompok Jawak yang berasal dari singkatan Jajanan Iwak Kedungombo pada tahun 2022 lalu. 

Sesuai namanya, kelompok ini mengolah aneka ikan hasil tangkapan di WKO menjadi jajanan atau cemilan. 

“Awalnya kami bikin Crispy Pethek, Crispy Lunjar, Bapareng atau bakso pethek goreng. Kami olah dari bahan baku ikan yang didapatkan suami-suami kami hari itu juga. Dulu kami kemas pakai plastik pouch polos bening dan kami tempeli stiker untuk merknya. Dijual ada yang Rp3.000 untuk kemasan kecil, Rp7.000 untuk kemasan sedang dan Rp10.000 untuk kemasan besar,” ucap Maryani. 

Baca Juga  Sosialisasikan Produk KUR dan Kredit UMK, BTN Gelar Bale Festival UMKM di Kota Solo
Bendahara Kelompok Jawak. Maryani menunjukkan salah satu alat bantuan Pertamina Patra Niaga JBT di Rumah Produksi Kelompok Jawak di Dusun Sumberagung, Desa Desa Sarimulyo, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali, (Foto: Putri Sejati)
Bendahara Kelompok Jawak. Maryani menunjukkan salah satu alat bantuan Pertamina Patra Niaga JBT di Rumah Produksi Kelompok Jawak di Dusun Sumberagung, Desa Desa Sarimulyo, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali, (Foto: Putri Sejati)

Karena bahan baku bergantung dari hasil tangkapan ikan suami mereka dari WKO, maka jumlah yang bisa diproduksi pun tak stabil. Apalagi di musim kemarau dimana hasil tangkapan pasti menyusut tajam. Walhasil kelompok yang diketuai Retno Wulandari itupun harus kembali memutar otak. 

“Ikannya dari waduk yang mencari ya suami-suami kita-kita ini. Bahan bakunya kalau itu kan tergantung cuaca juga, kalau angin seperti ini itu sulit. Kadang satu hari kadang tidak dapat dari situ kita berinisiatif menyimpan dulu,” ujar Maryani. 

Selain masalah bahan baku, kendala lain yang sempat menghadang Kelompok Jawak adalah keterbatasan modal untuk membeli peralatan. Karena itu, saat ada informasi mengenai program pendampingan dari PT Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah (JBT), Maryani bersama Retno pun berinisiatif untuk mengajukan proposal agar bisa mendapatkan bantuan.

“Begitu dapat informasi itu kami langsung membuat proposal dan mengajukannya, namanya juga mencoba siapa tahu nyantol. Alhamdulillah langsung di-acc. Tidak lama kemudian kami langsung dibantu alat-alat mulai dari nol. Dari wajan, kompor, baskom, timbangan, perajang hingga sealer, mesin pengasapan dan alat spinner,” kata Maryani. 

Dengan adanya pendampingan tersebut, Retno mengaku bisa meningkatkan produksi bisa sampai 10 kilo per hari. Apalagi dengan adanya tambahan alat yang lebih memadai kelompoknya bisa menyimpan ikan hasil tangkapan saat berlebih untuk diolah esoknya. Sehingga produksi bisa lebih stabil. Dari sisi kemasan juga menjadi lebih modern sehingga nilai jualnya juga mengalami peningkatan. 

Jika dulunya satu kilo ikan hanya dihargai Rp2.000 oleh tengkulak, dengan diolah menjadi cemilan, kini nilainya naik berkali-kali lipat. 

“Kalau untuk crispy pethek satu kilonya Rp75.000, kalau yang Bapareng satu kilonya Rp60.000, kalau krispi lunjar satu kilonya Rp120.000. Sekarang kami juga ada produk baru Crispy Udang yang harganya lebih mahal Rp125.000 per kilonya. Kemudian untuk musim kemarau seperti saat ini kami juga buat kerupuk ikan,” papar Retno. 

Baca Juga  Almaz Fried Chicken Buka Cabang di Solo Baru, Tawarkan Ayam Goreng Cita Rasa Saudi
Kemasan baru produk Kelompok Jawak Desa Sarimulyo, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali . (Foto: Putri Sejati)
Kemasan baru produk Kelompok Jawak Desa Sarimulyo, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali . (Foto: Putri Sejati)

Untuk penjualan, lanjutnya, ia mengatakan dulu hanya sebatas dititip-titipkan di warung-warung sekitar saja, namun setelah adanya pendampingan dari Pertamina pihaknya mulai merambah marketplace untuk tempat memasarkan produknya. 

“Ada yang beberapa kami kirim ke Hongkong tapi memang baru sebatas pesanan dari teman yang kerja di sana. Namun marketing mulut ke mulut ini lumayan efektif juga. Kami juga menitipkan lewat Dinas UMKM Boyolali. Semoga untuk yang lewat online semakin ramai,” harapnya. 

Meski belum bisa memproduksi dalam jumlah besar, namun Retno dan kawan-kawan bersyukur keberadaan Rumah Produksi Kelompok Jawak bisa membantu nelayan lain di Desa Sarimulyo untuk bisa mendapatkan penghasilan lebih. Sebab, pihaknya biasa membeli ikan hasil tangkapan warga sebesar Rp5.000 per kilogram atau dua kali lipat lebih dibandingkan harga yang dibandrol para tengkulak. 

“Meski masih pelan-pelan jalannya, namun kami percaya usaha ini akan terus berkembang. Apalagi kami juga terus mendapatkan pendampingan dari Pertamina,” ucapnya. 

Sementara itu, Senior Supervisor CSR & SMEPP PT Pertamina Patra Niaga JBT, Kevin Kurnia Gumilang mengatakan, pihaknya memang ingin mengembangkan Desa Sarimulyo, Kecamatan Kemusu lantaran banyak potensi yang dimiliki wilayah tersebut.  

“Awalnya di sini kami ada program pengembangan jahe bagi warga difabel, ternyata setelah kita mengembangkan ada potensi lain. Yakni masyarakat yang memiliki profesi sebagai nelayan, namun terkendala ketergantungan terhadap cuaca. Karena memang nelayan di sini mencari ikannya di waduk ketika kemarau itu waduknya kering. Sehingga mereka harus memiliki alternatif pendapatan. Makanya kita kembangkan melalui budidaya ikan darat ada ikan lele dan ikan nila, selain itu kita juga tambahkan nilai jualnya dengan mengolah menjadi aneka snack dalam bentuk keripik maupun makanan ringan yang sudah kita kemas dengan sangat baik,” kata dia.*  

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News