KILASJATENG.ID- Puluhan massa dari berbagai kalangan mulai dari jurnalis, penggiat seni, mahasiswa hingga konten kreator menggelar aksi damai di Plaza Manahan, Kota Solo, Jawa Tengah, Selasa 21 Mei 2024.
Aksi tersebut mereka gelar sebagai bentuk penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran versi 2024 yang dinilai membahayakan kebebasan berpendapat masyarakat serta menghalangi kebebasan pers.
Pantauan di lapangan, aksi dimulai sekitar pukul 16.30 WIB dan diawali dengan aksi teatrikal yang menunjukkan belenggu yang dilakukan terhadap pers oleh penguasa. Tak hanya dirantai lehernya, mulut peserta aksi juga ditutup dengan lakban yang menggambarkan pembungkaman.
Usai aksi teatrikal, satu per satu perwakilan elemen peserta aksi menyampaikan orasinya terkait penolakan RUU Penyiaran. Mulai dari jurnalis, lembaga pers mahasiswa, seniman, dan konten kreator.
Aksi pun ditutup dengan menyanyikan lagu Padamu Negeri sembari para jurnalis peserta aksi satu per satu meletakkan id card masing-masing di atas spanduk bertuliskan “RUU Penyiaran Mengancam Demokrasi dan Kebebasan Pers #TolakRUUPenyiaran”.

Korlap aksi, Mariyana Ricky PD mengatakan, RUU Penyiaran perlu ditolak dan jangan sampai dibiarkan disahkan lantaran terdapat pasal problematik yang mengancam kebebasan pers.
“Antara lain larangan konten eksklusif mengenai jurnalisme investigasi dan mengambil alih wewenang Dewan Pers oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Padahal jurnalisme investigasi selama ini menjadi salah satu jalan mengungkap kebenaran. Ini adalah kerja jurnalistik yang luar biasa, kenapa harus dilarang,” tandasnya.
Menurutnya hal tersebut dilakukan lantaran ada pihak-pihak yang ketakutan jika suatu saat kesalahan yang ditutupi akan terbongkar.
“Kemungkinan ini ketakutan oligarki dan konglomerasi saat mereka terjerat kasus pidana atau perdata bisa dibongkar jurnalisme investigasi. Padahal sejatinya tidak ada kejahatan yang bisa disembunyikan dan selama ini jurnalis menjadi mata dan telinga publik, karena itu tidak boleh dibungkam dengan RUU Penyiaran ini,” kata dia.
Ketua AJI Solo itu juga menuturkan beberapa pasal problematik lainnya antara lain dihapusnya pasal 18 dan 20 dari UU Penyiaran no 32/2002 yang selama ini membatasi kepemilikan TV dan radio sehingga tidak ada monopoli di dunia penyiaran.
“Di RUU Penyiaran yang baru pasal ini dihapuskan sehingga bisa menimbulkan monopoli kepemilikan lembaga penyiaran dan melanggengkan kartel. Hilangnya pasal-pasal ini akan mempermulus penguasaan TV dan Radio pada konglomerasi tertentu saja,” ungkap dia.
Belum lagi, lanjutnya, kewenangan KPI yang bisa melakukan sensor dan membredel kontel di media sosial. Hal ini menurut Mariyana mengancam kebebasan konten kreator maupun lembaga penyiaran yang mengunggah konten di internet.
“Karena itu RUU Penyiaran 2024 harus dijegal sampai batal. Dan kami akan tetap kawal jangan sampai RUU ini sama seperti RUU Omnibus Law yang tahu-tahu disahkan secara diam-diam,” pungkasnya.