KILASJATENG.ID- International Media Support (IMS) menyebut saatnya media mulai mengubah gaya dalam menyajikan berita lantaran saat ini masyarakat atau audiens mulai merasa jenuh dengan gaya pemberitaan yang menyajikan kabar negatif.
Program Manager at International Media Support (IMS), Eva Danayanti mengatakan, dari sebuah survei menyebutkan 39 persen orang menghindari berita sama sekali karena terlalu menekankan masalah tanpa solusi.
“Di sinilah jurnalisme konstruktif bisa menjadi solusi terhadap hal kejenuhan pembaca tersebut. Karena jurnalisme konstruktif dapat mengurangi efek negatif dari sebuah berita,” jelasnya dalam diskusi bertajuk Local Media Community 2025 yang digelar di Surabaya, Jawa Timur, Selasa 4 Februari 2025.
Ia memaparkan, Jurnalisme Konstruktif sendiri lahir dari keresahan para jurnalis yang mempertanyakan kenapa mencari berita selalu negatif, selalu ada skandal, dan sensasional. Padahal audiens merasa jenuh dengan hal tersebut.
“Jurnalisme konstruktif sendiri dilakukan dengan pendekatan editorial untuk mengurangi sisi negatif dari sebuah berita. Di dalamnya ada tiga elemen utama, yakni solusi, nuansa, dan percakapan demokratis,” katanya.
Nuansa di sini, kata dia, lebih bagaimana cipta latar dan sebagainya. Bagaimana menciptakan latar belakang masalah dengan solusinya. Sedangkan Jurnalisme konstruktif dapat memfasilitasi komunikasi jurnalis dengan pembaca atau audiens untuk bersama mencari solusi terhadap masalah dan menyebarkan informasi tersebut.
Kemudian untuk proses menyusun berita yang jurnalisme konstruktif tidak hanya terbatas pada 5 W, tetapi juga apa dan bagaimana.
“Karena itu, sebenarnya Jurnalisme Konstruktif ini bukan genre yang baru di dunia jurnalistik, namun merupakan gaya baru dalam menyajikan sebuah berita dimana tidak lagi hanya menampilkan kabar negatif, melainkan juga diberikan solusi terhadap suatu masalah,” papar Eva.
“Kemudian wawancara ada yang bergeser dari cara menuduh, jadi penasaran, dan kemudian berpikir dengan gaya terbuka. Lalu jurnalismenya dari yang dramatis kemudian kritis, kemudian berubah menjadi penasaran,” imbuhnya.
Eva menyebut, Jurnalisme Konstruktif sangat bisa dilakukan media lantaran sebagai pilar keempat demokrasi, media juga memiliki tanggung jawab tidak hanya menyampaikan sesuatu tapi juga solusinya memfasilitasi keterlibatan publik.
“Tapi perlu dipahami solusi di sini bukan yang dibuat oleh si jurnalisnya, si medianya, bukan. Tapi ada proses yang menemukan solusi. Ini yang ada kaitannya percakapan demokratis yang melibatkan keterlibatan publik,” ungkapnya.*