Mengenal Kampung Berseri Astra Desa Wisata Sidowarno : Bermodal Wayang Gerakkan Perekonomian Warga

oleh -299 Dilihat
Wayang menjadi kekuatan utama Desa Wisata Sidowarno, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. (Foto: Putri Sejati)
Wayang menjadi kekuatan utama Desa Wisata Sidowarno, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. (Foto: Putri Sejati)

KILASJATENG.ID- Wayang, bagi warga Kampung Butuh, Desa Sidowarno, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, bukan hanya sekedar hasil kerajinan dan budaya tradisi. Namun, boneka pipih yang terbuat dari kulit binatang ini menjadi harapan tersendiri bagi masyarakat di wilayah ini untuk menggerakkan roda perekonomian. 

Bagaimana tidak, berawal dari keberadaan perajin wayang yang sudah ada turun-temurun di sana, kini mampu membuat wilayah yang masih kental dengan suasana khas perkampungan di Tanah Air itu menjadi salah satu destinasi wisata unggulan di Kota Bersinar. 

Selain itu, desa yang berada di jalur Sungai Bengawan Solo ini juga berulang kali memenangkan kompetisi desa wisata. Baik tingkat kabupaten, provinsi dan juga nasional. Termasuk keluar sebagai nominasi Kampung Berseri Astra (KBA) tahun 2024. Dan semua pencapaian itu semuanya berawal dari kerajinan kriya bernama Wayang. 

Koordinator Lapangan Desa Wisata Wayang, Sunardi menuturkan, wayang sudah menjadi nafas Desa Sidowarno, khususnya di Kampung Butuh. Lantaran sejak dulu wilayah tersebut memang merupakan satu dari sekian daerah yang dikenal sebagai sentra pembuatan wayang. 

“Kalau perajin yang membuat wayang di kampung sini sudah lama ada, karena memang rata-rata sanggar wayang yang ada di sini milik perajin generasi ketiga dan keempat. Saya ini merupakan generasi ke empat,” tuturnya.

Pria yang lebih tersohor dengan nama Baron Wayang itu menambahkan, para penerus perajin wayang inilah yang kemudian membidani lahirnya konsep Desa Wisata Wayang Sidowarno. 

“Awalnya hanya berbentuk Kelompok Usaha Bersama (KUBE) tahun 2009 dimotori bapak lurah saat itu, waktu itu tidak hanya wayang saja yang ada tapi ada 20 KUBE Tapi lambat laun yang masih berjalan memang hanya KUBE wayang yang waktu itu kami beri nama KUBE Bima yang diisi 11 orang,” ucapnya.

Perjalanan KUBE Bima pun, lanjutnya, bukan tanpa rintangan dan pasang surut. Bahkan pemilik sanggar wayang Aruming Budoyo itu mengungkapkan jika pernah hanya tersisa lima orang anggota saja di KUBE tersebut. 

“Kami sadar semua hal tidak bisa dilakukan semudah membalikkan tangan, makanya saya dan rekan-rekan yang masih bertahan tidak menyerah. Karena motto kami adalah kami tidak akan mencari pekerjaan, tapi kami akan menciptakan sebuah pekerjaan. Motto ini yang saya gigit erat sampai sekarang,” ujarnya. 

Dan keyakinan itu pun akhirnya berbuah manis dengan perkembangan KUBE Bima yang lambat laun jumlah anggotanya bertambah dan membentuk ekosistem yang semakin besar. Hingga pada tahun 2017 KUBE Bima mendapatkan tawaran untuk menjadi Kampung CSR Astra dan harus diadu dengan kampung lainnya.  

Baca Juga  Dukung Pelestarian Budaya, Alila Hotel Solo Resmikan Laras Art Space 

Namun penawaran itu tak serta merta diiyakan oleh Baron dan kawan-kawannya. Lantaran banyak hal yang menjadi pertimbangan untuk menerima tawaran tersebut hingga akhirnya gayung bersambut satu tahun setelahnya, yakni di tahun 2018. 

“Kenapa kami tidak serta merta menerima, karena banyak yang menjadi pemikiran kita, kalau misal kita terima ini mau kemana arahnya dan pertimbangan lainnya. Hingga akhirnya pada 11 Agustus 2018 kami diresmikan sebagai Kampung Berseri Astra (KBA) dengan empat pilar. Yakni, pendidikan, wirausaha, keterampilan dan kesehatan,” paparnya. 

Dua tahun usai ditetapkan sebagai KBA dan menjalani perkembangan yang cukup signifikan, lagi-lagi badai datang menerjang di tahun 2020 bernama Pandemi Covid-19. Masa-masa itu diakui Baron Wayang sebagai titik terendah. Lantaran pandemi kampungnya tak bisa lagi menerima pengunjung maupun pembeli. 

“Bisa dibilang selama pandemi Covid-19 kami itu tidur. Dan moment ini menjadi saat kami tahu betul apa itu persatuan dan kesatuan. Karena diantara anggota saling membantu agar bagaimana bisa tetap makan. Kalau ada yang dapat pesanan kita bagi rata agar semua bisa makan,” kenangnya. 

Workshop erajinan kaligrafi dari kulit kambing juga menjadi salah satu daya tarik Desa Wisata Sidowarno. (Foto: Putri Sejati)
Workshop erajinan kaligrafi dari kulit kambing juga menjadi salah satu daya tarik Desa Wisata Sidowarno. (Foto: Putri Sejati)

Kondisi baru membaik pada tahun 2021, seiring menurunnya intensitas Covid-19 di dunia dan Tanah Air. Tahun itu pula yang disebut Baron dan teman-temannya sebagai tahun emas. Karena setelah mengalami titik terendah mereka bisa mencapai puncak setelah berhasil menjadi juara KBA Superior setelah diadu dengan 1.100 KBA lainnya.  

“Sampai teman-teman itu menangis, kami bisa juara 1. Kemudian kami juga ikut KBA Inovasi juga juara satu dan memenangkan kejuaraan lainnya yang kita ikuti secara berturut-turut,” kata dia.

Dan bermodal hadiah yang didapat ditambah urunan dari sejumlah anggotanya, akhirnya dibangunlah sebuah Joglo yang selanjutnya ia sebut sebagai markas atau pusat kegiatan kelompoknya. 

“Dari situ saya mengenal apa itu desa wisata dan ingin menjadikan Desa Sidowarno ini sebagai Desa Wisata. Setelah saya memberanikan diri mengajukan hal tersebut ke pemerintah kabupaten akhirnya pada 2022 resmi menyandang nama Desa Wisata Sidowarno,” ucapnya.  

Menyandang nama sebagai desa wisata makin memantapkan langkah Baron Wayang dan teman-temannya untuk terus mengembangkan diri. Hingga akhirnya Desa Wisata Sidowarno menjelma menjadi ekosistem wisata yang lengkap sebagai sebuah destinasi pariwisata.

Baca Juga  Jogja Fashion Trend 2025 Tampilkan 81 Desainer, Hadirkan Kolaborasi Lokal hingga Internasional

Selain tetap mengikuti kompetisi-kompetisi, dari dalam pihaknya juga terus melakukan inovasi untuk menjadi destinasi wisata unggulan. Salah satunya dengan melengkapi sarana dan prasarana untuk mendukung status sebagai desa wisata wayang. 

Sehingga wisatawan yang berkunjung tidak hanya bisa melihat langsung proses pembuatan wayang dari masih berupa kulit kerbau yang dikeringkan, namun juga bisa menyaksikan pembuatan kerajinan kaligrafi dari kulit kambing dan pemasangan mote atau manik-manik pada baju pengantin. 

Selain itu, pengunjung Desa Wisata Sidowarno juga bisa menjajal seni panahan tradisional atau jemparingan serta menikmati minuman jamu tradisional jawa. 

Jemparingan, salah satu aktivitas yang bisa dilakukan di Desa Wisata Sidowarno. (Foto: Putri Sejati)
Jemparingan, salah satu aktivitas yang bisa dilakukan di Desa Wisata Sidowarno. (Foto: Putri Sejati)

“Kami juga ada transportasi berupa ojek, becak dan sepeda. Selain itu kami juga mendorong warga untuk menjadikan rumahnya sebagai homestay bagi wisatawan yang ingin menginap. Ada sembilan di sini. Kemudian kami juga ada paket wisatawan menikmati santap siang di tepi sungai. Jadi kami juga membuat paket-paket wisata yang kami pasarkan melalui media sosial,” paparnya. 

Hasilnya, tak hanya hasil kerajinan wayang yang semakin dikenal luas, baik oleh dalang kondang Tanah Air, pecinta wayang hingga warga asing. Keberadaan Desa Wisata Sidowarno juga makin tersohor. Dan mampu menggerakan roda perekonomian desa serta tak lupa menciptakan lapangan pekerjaan bagi para pemuda. Hal yang menjadi motto Baron Wayang dan teman-temannya

“Yang sempat menginap di sini turis dari Amerika Serikat, kalau untuk lokal ada juga dari Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya. Kalau untuk pemasaran produk selain kota-kota besar di Indonesia kita juga sudah mendapat pesanan dari Korea Selatan, Jepang, Swiss dan Spanyol,” jelasnya.

Dengan capaian saat ini, Baron mengaku ia dan teman-temannya ingin jika kemajuan yang sudah ada bisa terus bertahan atau bahkan lebih berkembang lagi. Untuk itu, saat ini kelompoknya juga berusaha untuk melakukan regenerasi agar apa yang ada di Desa Wisata Sidowarno bisa terus berkelanjutan dan diwariskan untuk anak cucu mereka di kemudian hari. 

“Melalui pilar pendidikan tadi kami memberikan pelatihan natah sungging untuk anak-anak SD. Kami juga memberikan edukasi menggambar wayang karena kami punya cita-cita bagaimana agar budaya tetap terjaga dan tidak punah. Saya ingin anak-anak mencintai budayanya sendiri,” pungkasnya.*

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News