Kisah Warga Desa Mundu, Manfaatkan Limbah Ternak Jadi Biogas Gantikan Elpiji

oleh -277 Dilihat
Keberadaan biodigester di Desa Mundu, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten membantu warga menggunakan energi terbarukan biogas sebagai pengganti elpiji.
Keberadaan biodigester di Desa Mundu, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten membantu warga menggunakan energi terbarukan biogas sebagai pengganti elpiji. (Foto: dok. ist)

KILASJATENG.ID– Banyaknya ternak sapi di Desa Mundu, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten membawa berkah tersendiri bagi warganya yang rata-rata berprofesi sebagai peternak. Pasalnya, mereka kini tak lagi tergantung pada elpiji untuk bahan bakar lantaran memanfaatkan biogas dari limbah ternak sapi.

Ketua Kelompok Tani Ternak Margo Mulyo Desa Mundu, Teguh Sutikno menuturkan, biogas sendiri awalnya diperkenalkan oleh AQUA dan Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) pada 2013 lalu. Dimana saat itu masyarakat mendapatkan pendampingan untuk bisa mengolah limbah kotoran sapi menjadi biogas secara mandiri.

“Tak sekadar memberikan sosialisasi saja, waktu itu AQUA Klaten dan LPTP juga ingin agar ada percontohan pengembangan biogas ini di rumah warga. Sejumlah anggota kelompok tani termasuk saya pun menyatakan minat untuk mengikuti program tersebut,” tuturnya.

Hanya saja, lanjutnya, saat itu mereka sempat mengalami kendala lantaran biaya untuk membangun biodigester atau unit memproses limbah kotoran sapi menjadi biogas yang cukup besar.

“Saat itu butuh dana Rp12 juta untuk pembelian material, instalasi hingga membayar jasa tukang. Akhirnya kami berlima cari cara bagaimana agar dana bisa terkumpul hingga kemudian ada ide untuk arisan biogas,” ucapnya.

Arisan sendiri dilaksanakan setiap malam Jumat Kliwon dan saat itu per orang Rp 500 ribu. Setelah terkumpul, dana tersebut pun dibelikan material untuk membangun biodigester di rumah milik anggota arisan yang telah siap.

“Selama arisan berlangsung kami tetap mendapatkan pendampingan dari pihak LPTP dan AQUA Klaten hingga proses pengolahan limbah kotoran sapi bisa selesai dilakukan. Termasuk denah instalasi biodigester juga telah disiapkan LPTP dan AQUA Klaten. Bahkan kita juga diajari sampai ke detail masalah kecil seperti membersihkan kompor,” katanya.

Ditambahkan anggota Kelompok Tani Ternak Margo Mulyo Desa Mundu, Suparno. Keberadaan biogas sangat membantu para warga karena mereka jadi bisa menghemat pengeluaran untuk pembelian elpiji. Selain tentunya menjadi solusi untuk mengatasi limbah kotoran sapi. 

Baca Juga  Keberlanjutan Industri Jadi Prioritas, PGN Siapkan Alternatif Sumber Gas

“Selain untuk memasak, biogas juga digunakan untuk sumber penerangan rumah. Saat ini sudah ada 47 rumah di Desa Mundu yang merasakan manfaatkan biogas, belum termasuk desa sekitar seperti Pomah dan Sudimoro,” ucapnya.

Adapun jumlah instalasi biogas di Desa Mundu sendiri sebanyak 38 buah namun ada sembilan instalasi yang dipakai paralel untuk dua keluarga. 

“Pemakaian biogas gas sudah mulai sejak 2014, sehingga jika terjadi kelangkaan dan kenaikan harga elpiji warga tidak pusing lagi,” kata Suparno.

Terkait bahan bakar biogas, Suparno mengatakan warga tak perlu khawatir akan kehabisan. Lantaran populasi ternak sapi di Kecamatan Tulung, sekitar 10 ribu ekor. Sehingga, pasokan limbah untuk biogas tidak perlu dikhawatirkan. Karena, kebutuhan limbah ternak untuk biogas satu rumah tangga cukup dipasok dari dua hingga tiga ekor sapi. 

“Dan di desa ini hampir semua penduduk di desa itu beternak sapi, jadi tidak khawatir kehabisan bahan bakar,” katanya.

Adapun proses pengolahan limbah kotoran sapi menjadi biogas sangatlah sederhana. Caranya, kotoran ternak yang ada di kandang dimasukkan ke dalam lubang pencampur dan diaduk, lalu masuk ke dalam kubah. 

“Di dalam kubah inilah terjadi proses fermentasi untuk menghasilkan gas terjadi. Gas hasil pengolahan tersebut akan dialirkan ke rumah melalui pipa kecil dan bisa langsung dipakai sebagai bahan bakar untuk memasak,” tukasnya.

Kemudian ampas dari hasil pengolahan biogas yaitu bio-slurry akan masuk ke kolam output. Ampas tersebut masih bisa dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman atau dijual ke pihak luar. Bio-slurry ini tidak berbau, tidak mengandung penyakit, bahkan kaya nutrisi dan manfaat. 

“Untuk yang padat, biasanya kami pakai sebagai pupuk organik di sawah. Sementara yang cair, dikemas dalam satu wadah dan dijual ke pihak luar, satu di antaranya dijual sebagai pupuk tanaman bawang merah di Karanganyar,” kata Suparno.

Baca Juga  PGN Gandeng BUMD Papua Barat, Optimalkan Pemanfaatan LNG Tangguh

Suparno menjelaskan hasil biogas yang diperoleh dari pengolahan sangat beragam tergantung seberapa besar volume atau ukuran biodigester yang dibangun. Umumnya, warga membangun biodigester dengan volume 6 meter kubik dan 8 meter kubik. 

“Kalau volumenya 6 meter kubik, biogas bisa dimanfaatkan untuk satu rumah dengan anggota keluarga sebanyak 1-6 orang. Sementara yang 8 meter kubik, bisa untuk dua rumah,” katanya.

Untuk pengisian awal, dia mengatakan dibutuhkan lebih banyak kotoran sapi agar bisa menghasilkan gas. Itu pun biogas tidak akan langsung keluar, baru berupa embun air dan hal tersebut wajar. Dua atau tiga hari kemudian, barulah biogas keluar dan bisa segera dimanfaatkan.

“Pada tahap awal, api yang keluar akan dibarengi dengan bau, tapi hal itu tidak berlangsung lama. Setelah itu, bisa terus dapat dipakai,” ucapnya.

Dia menyarankan agar biodigester diisi setiap hari untuk menghindari pengendapan dan biogas dapat digunakan setiap saat. 

“Sebaiknya memang diisi setiap hari, semisal telat satu atau dua hari nggak masalah. Namun, kalau lama nggak diisi, kotoran akan mengendap. Mau tidak mau, kotoran harus diencerkan dan dikuras secara manual,” ungkapnya.

Menurutnya,  keluarga yang memiliki dua hingga tiga ekor sapi, bisa menghasilkan biogas untuk keperluan memasak selama satu bulan. 

“Artinya, keluarga itu bisa menghemat sekitar dua hingga tiga tabung elpiji  ukuran tiga kilogram,” jelasnya.

Sementara itu, External Communication Danone Indonesia, Rony Rusdiansyah mengatakan, Program Biogas dari AQUA juga dikembangkan di beberapa pabrik lain, seperti di Bali dan Manado. 

“Karakter daerah yang berbeda membuat pendekatan program ini lebih tepat untuk lokasi dimana memiliki aktivitas peternakan yang potensial bisa memberikan manfaat energi terbarukan untuk kebutuhan domestik masyarakat. Selain manfaat bahwa limbah ternak terkelola dan tidak lagi menjadi pencemar. Masyarakat juga mendapat manfaat ekonomi dari gas untuk memasak dan penerangan”, ujarnya.***

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News