Kilasjateng.id-Idul Adha yang jatuh pada setiap tanggal 10 Dzulhijjah juga dikenal dengan sebuatan “Hari Raya Haji”. Pada tanggal ini umat muslim yang berhaji sedang menjalankan rangkaian ibadah haji yang utama, yaitu wukuf di Arafah. Selain itu, Idul Adha juga dapat disebut sebagai “Idul Kurban” karena pada hari itu umat muslim disunnahkan untuk berkurban jika belum mampu berhaji. Hal ini sebagai simbol ketakwaan dan kecintaannya kepada Allah Swt.
Tak semata-mata terjadi, perayaan Hari Raya Idul Adha ini tak lepas dari sejarah Nabi Ibrahim. Dikutip dari laman Kemenag RI, kala itu Nabi Ibrahim mendapat perintah dan wahyu dari Allah Swt untuk menempatkan istri dan putranya di lembah yang tandus, gersang, dan tidak ada pepohonan yang tumbuh. Meskipun begitu, Nabi Ibrahim dan Siti Hajar menerimanya dengan ikhlas dan tawakal.
Siti Hajar pun sampai kehabisan air minum sehingga tidak bisa menyusui Nabi Ismail. Beliau pun berlari-lari kecil (Sa’i) ke Bukit Sofa dan Marwah sebanyak tujuh kali untuk mencari air. Pasa saat itu, Allah mengutus malaikat Jibril untuk membuat mata air Zam-zam yang berasal dari tendangan-tendangan kaki kecil Nabi Ismail.
Lembah yang pada awalnya gersang menjadi memiliki persediaan air yang melimpah. Banyak manusia dari berbagai penjuru untuk membeli air dari Siti Hajar. Hingga pada akhirnya, lembah tersebut menjadi kota yang makmur dan aman, serta dikenal sebagai Kota Mekkah. Kota ini hingga saat ini memberikan kemakmuran yang melimpah bagi jemaah haji dan umrah dari penjuru dunia.
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berdo’a: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, sebagai negeri yang aman sentosa dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kiamat.” (QS Al-Baqarah: 126)
Kemakmuran tersebut juga dirasakan oleh orang yang tidak beragama Islam.
Allah berfirman: “Dan kepada orang kafirpun, aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka. Dan itulah seburuk buruk tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah: 126)
Selain itu, Idul Adha juga dapat disebut sebagai “Idul Nahr” yang berarti Hari Raya Penyembelihan. Hal ini untuk memperingati ujian paling berat yang dijalani oleh Nabi Ibrahim. Akibat dari kesabaran dan ketabahannya dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah dan kehormatan “Khalilullah” (kekasih Allah).
Nabi Ibrahim pernah berujar bahwa semua yang dimilikinya adalah milik Allah yang sedang dititipkan kepadanya, termasuk anak kesayangannya. Hal inilah yang membuat Allah memberikan ujian untuk menguji keimanan dan ketakwaan Nabi Ibrahim. Melalui sebuah mimpi, ia diperintahkan untuk mengorbankan putranya yang masih berusia tujuh tahun. Penyembelihan tersebut harus dengan menggunakan tangannya sendiri.
“Ibrahim berkata : “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu maka pikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS Aa-saffat: 102)
Ketika akan melaksanakan perintah Allah tersebut setan pun menggoda Nabi Ibrahim agar tidak menyembelihnya. Namun, ia sudah memiliki tekat dan mengusir setan dengan melemparinya batu sembari mengucap “Bismillahi Allahu akbar”.
Nabi Ibrahim pun memantapkan niat untuk menyembelih Nabi Ismail menggunakan pisau. Ketika pisau digerakkan, tiba-tiba Allah berseru ddengan firmanNya agar Nabi Ibrahim menghentikan perbuatannya. Allah telah meridhoi keduannya yang telah bertawakal. Sebagai gantinya, Allah menggantinya dan mencukupkan penyembelihan seekor kambing sebagai kurban.
“Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (Surat As-Saffat ayat 107). Peristiwa yang dijalani Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail membuat umat muslim harus memaknainya sebagai pesan simbolik agama dan mengandung pembelajaran sebagai berikut.
1. Ketakwaan.
Takwa adalah ketaatan seorang hamba pada Allah Swt dalam menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya. Tingkat ketakwaan seseorang dapat diukur dari kepeduliannya terhadap sesamanya. Kesiapsediaan Ibrahim untuk menyembelih anak kesayangannya atas perintah Allah menandakan tingginya tingkat ketakwaannya sehingga tidak terjerumus dalam kehidupan hedonis sesaat.
2. Hubungan antar manusia
Ibadah umat Islam yang diperintahkan Tuhan berkaitan dengan hubungan kepada Allah (hablumminnalah) dan hubungan dengan sesama manusia atau hablumminannas. Saat berpuasa tentu merasakan bagaimana susahnya hidup seorang dhua’afa yang sulit untuk memenuhi kebutuhan pangannya sehari-hari. Lalu dengan menyembelih hewan kurban dan membagikannya merupakan salah satu bentuk kepedulian sosial seorang muslim kepada sesamanya yang tidak mampu.
3. Peningkatan kualitas diri
Hikmah dari ritual keagaamaan ini adalah memperkukuh empati, kesadaran diri, pengendalian, dan pengelolaan diri yang merupakan cikal bakal akhlak terpuji seorang Muslim. Akhlak terpuji dicontohkan Nabi seperti membantu sesama manusia dalam kebaikan, kebajikan, memuliakan tamu, mementingkan orang lain, dan sigap dalam menjalankan segala perintah agama dan menjauhi hal-hal yang dilarang.*